Biografi KH. Abdul Malik Kedungparuk Purwokerto
Biografi KH. Abdul Malik Kedungparuk Purwokerto
Daftar isi artikel :
Nama Asli
Nama KH. Abdul Malik, atau akrab disapa Mbah Malik, identik dengan Mursyid (guru) tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah dan Syadziliyyah di Purwokerto pada zamannya. Nama aslinya Muhammad As’ad. Lahir di Sokaraja pada Jumat, 3 Rajab 1294. Usai menuaikan ibadah haji, guru dari Habib Luthfi ini berganti nama Abdul Malik.
Guru Beliau
Semasa kanak-kanak, As'ad kecil mengaji Al-Qur'an kepada sang ayah. Selanjutnya, ia memperdalam Al-Qur'an kepada Kyai Abu Bakar bin Haji Yahya di Ngasinan Kebasen Banyumas.
Saat berusia 18 tahun (1312 H), As'ad muda dikirim ke Makkah untuk mendalami ilmu agama. Alquran, ilmu tafsir, ulumul Quran, hadist, fiqih, dan tasawuf dipelajarinya selama tinggal di Tanah Suci.
Pengetahuan ilmu tafsir dan ulumul Quran diperoleh dari Sayyid Umar Syatha dan Sayyid Muhammmad Syatha, dua ulama besar dan imam Masjidil Haram saat itu.
Guru di bidang hadits dan fiqih antara lain Sayyid Thaha bin Yahya Al-Maghribi, Sayyid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayyid Muhsin Al-Musawwa, dan Syekh Muhammad Mahfudz At-Tirmisi.
Guru-guru beliau di dalam negeri di antaranya Habib Ahmad Fad’aq, Habib ’Ath-thas Abubakar, Habib Muhammad bin Idrus (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin (Bogor), dan Kiai Muhammad bin Sholeh bin Umar Darat (Semarang). Sayyid Ahmad dan Sayyid Abbas (bin Muhammad Amin Ridwan), Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani, Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki, dan Sayyid Ali Ridha adalah guru-guru beliau saat tinggal di Madinah.
Setelah 15 tahun merantau, Abdul Malik pulang ke Tanah Air untuk berkhidmah kepada orang tuanya yang sudah uzur. Sepeninggal sang ayah (KH. M. Ilyas), beliau melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan. Pekalongan, Semarang, dan Yogyakarta disambanginya dengan berjalan kaki. Tepat 100 hari dari wafat sang ayah, pemuda Abdul Malik pun tiba kembali di rumah.
Selanjutnya, KH Abdul Malik tinggal bersama sang Ibu (Nyai Zainab) di Kedungparuk. Sementara itu, saudara beliau KH. Muhammad Affandi Ilyas, tetap tinggal di Sokaraja. Bekerja sama dengan Syekh Mathar Mekkah, Mbah Malik kerap membimbing jama’ah haji Indonesia asal Banyumas dan sekitarnya. Pergi-pulang ke Tanah Suci mengawal jamaah dijalaninya hampir 20 tahun, sampai-sampai para murid mengira bahwa beliau tinggal di Tanah Suci selama 35 tahun.
Mengajar di Makkah
Lantaran penguasan ilmu yang mendalam, beliau pernah diangkat sebagai Wakil Mufti Mazhab Syafi’i di bidang ilmu Quran dan Hadits di Mekkah. Beliau juga berkesempatan mengajar ilmu Tafsir dan Qira’at Sab’ah di Masjidil Haram. Kedalaman ilmu Mbah Malik dapat dirunut dari kunjungan Syekh Maksum (Lasem) kepada beliau. Bahkan, Syekh Maksum tabarukan ngaji syarah Alfiyah Ibnu Malik.
Adapun santri tarekat yang baiat datang dari berbagai penjuru, seperti Cirebon, Tegal, Pemalang, Kendal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Kudus, Purworejo, Magelang, Yogya, dan beberapa daerah di luar Jawa.
Keunggulan Mbah Malik adalah penguasaannya atas ilmu Alquran. Selain hafal 30 juz di luar kepala, beliau menguasai qira'at sab’ah serta memiliki karakter suara yang merdu. Murid-murid yang berguru Alquran kepada beliau rata-rata tersohor di daerah masing-masing.
Mbah Malik dikenal sebagai ulama yang alim, berbudi pekerti luhur, dermawan, suka membantu kaum lemah dan biasa menyantuni anak yatim. Beliau amat penyabar, zuhud, sederhana, tawadhuk, serta istiqamah dalam beribadah. Kesederhanaan beliau tak saja dalam hal busana; silaturahmi ke Pekalongan, misalnya, beliau jalani beberapa kali dengan naik sepeda onthel.
Untuk menghormat tamu, menyenangkan anak-cucu dan para tetangga, konon beliau suka memotong kambing. Kecintaannya pada keluarga Rasulullah SAW (dzurritarur-rasul) tak diragukan lagi. Untuk mengumpulkan para habaib, murid-murid tarekat dan kaum muslimin, sejak 1971 diadakan haul Sayyidah Fatimah Az-Zahra pada setiap Senin terakhir bulan Syawal.
Mbah Malik wafat pada 27 April 1980, dikebumikan di Dusun Kedungparuk Desa Ledug, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas.
Pertama kali Maulana Al Habib Luthfi berjumpa dengan Mbah Malik
Maulana Al Habib Luthfi bin Yahya bertemu Mbah 'Abdul Malik bin Ilyas bin 'Ali Dipowongso Purwokerto ialah pada saat Al Habib Luthfi bin Yahya masih mondok di Kyai Bajuri Indramayu Jawa Barat, Kyai Bajuri adalah sosok yang sangat luas sekali ilmunya, khususnya dalam bidang Fiqih, setiap kali beliau menjawab permasalahan dalam ilmu fiqih, beliau menjelaskannya Empat Madzhab sekaligus, dan hampir tidak terlihat perbedaan antar Empat Madzhab setiap kali beliau menjelaskan permasalahan, karena saking luasnya ilmu beliau dan pandainya beliau dalam menempatkan persoalan Fiqih, begitu juga maqom kewalian beliau sangat tinggi, beliau adalah termasuk Wali Autad (dalam dunia tasawuf Wali Autad hanya ada Empat dalam 1 abad), seminggu sebelum Kyai Bajuri wafat, kaki beliau tertusuk oleh paku hingga tembus ke atas, dan beliau dawuh kepada Al habib Luthfi , "... Anu yik (habib), setiap orang dapat rezekinya berbeda beda, sontak perkataan beliau membuat Habib Luthfi kaget, (orang tertusuk paku kok di bilang rezeki ?). Tapi nggak usah kawatir Yik nanti ada guru yang lebih hebat dari saya, beliau adalah guru saya namanya Mbah Malik, tapi jangan kaget ya Yik, beliau orangnya rambutnya gondrong " kata Kyai Bajuri.
Setelah wafatnya Kyai Bajuri, Habib luthfi langsung menuju ke tempat Mbah Malik di Kedungparuk Purwokerto, sesampainya di sana Habib Luthfi di sambut oleh Mbah Malik, dengan tersenyum Mbah Malik bertanya kepada Habib Luthfi, gimana yik dengan Kyai Bajuri ? Lagi lagi beliau di buat kaget, di dalam batin beliau berkata kedua orang ini kapan ketemunya, dan kapan ngobrolnya ?
Di ceritakan dari salah satu Dzuriyyah Syeikh Abdul Malik :
Ketika Mbah Abdul Malik tengah duduk dan berbincang, tiba2 beliau beranjak dari duduknya. Dengan ekspresi gembira beliau bangun dan menari. Ketika ditanya oleh salah satu orang yang duduk bersama beliau, kenapa tiba2 beliau menari riang, beliau menjawab : "Sebentar lagi kekasihku akan datang..."
Setelah beberapa saat, ternyata datanglah Al Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Beliau (Habib Luthfi) adalah murid kesayangan dari Mbah Malik. Saking sayangnya, beliau menyebut muridnya sebagai kekasihnya. Selain karena Habib Luthfi merupakan murid kesayangannya, Mbah Abdul Malik juga terkenal sebagai sosok yang cinta kepada para Dzuriyah Rasul.
Selama Al Habib Luthfi mondok di Kedung Paruk, beliau lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkhidmah kepada gurunya (mbah Malik)...disini alhabib lutfi juga sering berkunjung ke Wonosobo ketempat kh abdus syakur dikarenakan kedekatanya beliau bersama mbah malik bahkan putra pertama KH abdus syakur diberi nama sama dng nama beliau... bahkan beliau bercerita ketika dulu pas waktu mondok di kedung paruk beliau tidak sempat mengkhatamkan Kitab Jurumiyah dan Safinah, akan tetapi ketika menjelang wafatnya Mbah Malik, al Habib Luthfi-lah yang diberi amanat oleh Mbah Malik untuk meneruskan ke-Mursyidan beliau, Mbah K.H. 'Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin 'Ali Dipowongso Kedungparuk Purwokerto.
Artikel Terkait :
Pertemuan KH. Abdul Malik Purwokerto dengan KH. Abdus Syakur Wonosobo
Dimasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan KH. Abdus Syakur (Muassis Pondok Pesantren AL-HUDA Wonosobo) juga ikut berjuang di desanya dengan menggembeleng santri-santri dan pemuda untuk ikut serta dalam mempertahankan kemerdekaan.
Sehingga pada awal tahun 1950 setelah Belanda mengakui kemerdekaan beliau KH. Abdus Syakur dan kakak kandungnya KH. Hamzah Parakancanggah merencakan ziarah ke Mekah-Madinah sekalian belajar ilmu agama pada para masyayih ditanah suci.
Dengn izin Allah Ta'ala pada tahun tersebut dapat berziarah ke tanah suci Makkah pada masa tersebut bila ada orang berhaji harus mempunyai Syaikh (orang yg membimbingnya di Tanah Harom).
Setelah persiapan disiapkan segalanya maka tak henti-hentinya KH. Abdus Syakur beserta kakaknya meminta petunjuk siapa Syaikh nya di Tanah Harom.
Setelah mendapatkan petunjuk dengan keyakinan yang penuh, mereka berangkat.
Di dalam perjalanan naik kapal selalu dipanjatkan rasa syukur dan bermunajat kepada-Nya sehingga dalam keadaan terjaga (lahdotan) KH. Abdus Syakur bisa berjumpa dengan Syaikh nya yang akan membimbing beribadah (kalau zaman sekarang ketua kloter /pengurus haji).
Yang tidak lain Syaikh nya adalah Mbah Malik Kedungparuk.
Jadi, secara langsung Beliau belum pernah berjumpa dan mengenalnya akan tetapi dalam batiniyah mereka sudah saling mengenal.
Dan setelah sampai di pelabuhan Jeddah, Beliau Mbah Syakur beserta kakaknya berlabuh sang kakak bertanya siapa Syaikh kita dengan jelas Mbah Syakur berkata Syaikh kita Mbah Malik Purwokerto.
Apa kamu kenal tanya kakaknya?
Nanti kita akan ketemu.
Persis setelah sampai di pelabuhan mereka KH. Abdus Syakur ketemu berjumpa langsung dengan KH. Abdul Malik seperti perjumpaan seorang sahabat yang lama tidak bertemu salik berpelukan saling melepas kerinduan padahal secara nyata baru berjumpa baru ketemu.
Ini awal perjumpaan dan awal kedekatan secara dohir dan batin.
Bila Sang Kholiq menghendaki para hambanya saling mencintai dengan karena Allah Ta'ala pasti akan mendapatkan Anugerah kemulian yang pasti mendapatkan keberkahan di Dunia-Akhirat.
Semoga kita mendapatkan keberkahannya... Amin.
Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi KH. Abdul Malik Kedungparuk Purwokerto, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Dukung kami dengan memilih salah satu metode donasi di bawah ini:
Gabung dalam percakapan